Kunci dan Toko Buku

Siang itu terik, tidak begitu kering tetapi tidak begitu panas. Suhu udara normal pun masih bisa ku tolerir. Aku yang terus mengikuti kemanapun langkah kaki membawaku terpaku beberapa menit di depan sebuah toko buku. Seperti enggan masuk, tetapi harus. Bimbang.




Kau tahu, Ra, semenjak kejadian itu aku tak pernah lagi kesini kecuali jika ada keperluan, sesuatu yang harus ku beli. Aku tak sanggup untuk menahan diri ini menengok ke arah jam 10. Teringat dirimu berdiri ke arah pintu di dekat tumpukan buru terbaru dan melihat ke arahku yang baru saja tiba dengan senyum manismu. Namun sekarang aku akan segera memalingkan wajahku ke depan karena ku tahu yang barusan ku lihat hanyalah masa lalu. Tapi tak menutup kemungkinan sesekali aku tetap melirik ke tempat dahulu kau menungguku di awal pertemuan kita.

Ra, kenapa jejakmu sulit dihapus? Atau memang aku yang engga? Ya, karena terlalu banyak sudut, waktu, dan tawa di tempat ini bersamamu. Tapi sungguh walaupun aku kemari untuk keperluan bukan untuk merindukanmu (terkadang), imajimu masih tetap disana. Kini yang berbeda hanyalah berapa lama aku bertahan, karena kau tahu kira bisa menghabiskan waktu berjam-jam disini.

Setelah bernostalgia aku pun pergi setelah membayar sebuah buku yang sudah lama ku nanti kedatangannya. Seperti biasa, hal yang pertama ku lakukan adalah mencari kunci motor di saku jaket.

Sial! Panikku.Satu kelemahan terbesarku namun menjadi satu kelebihanmu, kunci motor terjatuh dan kau selalu dengan tenang menemukannya. HPku bergetar dan saat aku lihat screen,  pesan dari sebuah nama yang ku rindukan percakapan dengannya.

Zahra: Dewa, kunci motormu terjatuh :)

Ya, kunci motor dengan gantungan kunci namaku jelas-jelas sudah ditemukan. Dengan senyum lega aku berbalik, masuk dan menemui masa lalu.

Komentar